Minggu, 29 Mei 2011

KEPEMIMPINAN

Kepemimpinan
2.1.1    Pengertian Kepemimpinan
            Kepemimpinan merupakan sebuah fenomena universal. Siapa pun menjalankan tugas-tugas kepemimpinan, manakala dalam tugas itu seorang pemimpin berinteraksi dengan orang lain. Bahkan dalam kapasitas pribadi pun, di dalam tubuh manusia itu ada kapasitas atau potensi pengendali, yang pada intinya memfasilitasi seseorang untuk dapat memimpin dirinya sendiri.
            Banyak batasan yang diberikan untuk kepemimpinan dan pada umumnya batasan tersebut bermuara pada arti kepemimpinan sebagai aktivitas mempengaruhi perilaku orang lain, baik secara individu maupun kelompoknya agar melakukan aktivitas dalam usaha mencapai tujuan dalam situasi tertentu.
            Koontz dan Donnell, 1989 yang dikutip oleh Silalahi (2005:184) mengungkapkan “Kepemimpinan sebagai influence, the art if process of influensing people so that they will strive willingly and anthusiastically toward the achievment of group goal”. Dari definisi tersebut dapat diidentifikasi faktor-faktor atau elemen dalam berlangsungnya proses kepemimpinan. Pertama, ada seseorang yang melakukan aktivitas mempengaruhi yang disebut pemimpin (leader). Kedua, ada seeorang atau kelompok orang yang dipengaruhi untuk melakukan aktivitas, yang disebut pengikut (follower). Ketiga, aktivitas mempenyaruhi berlangsung dalam situasi tertentu.
            Brown dalam Handayaningrat (1990:61) juga mengatakan :
            “Kepemimpinan hanyalah mempunyai arti apabila kita menempatkan (mengkhususkan) artian itu untuk maksud dan dalam situasi apakah yang dapat diharapkan dari kepemimpinannya itu. Artinya dalam suatu situasi dan dalam suatu masyarakat apakah yang dapat diharapkan dari pemimpin itu (The world make sense only when we specify to what end in what circumstances the leader will be expented to act)”.

2.1.2    Gaya-gaya Kepemimpinan
            Seperti dikutip oleh Soewarno Handayaningrat (1990:76) bahwa menurut Dr. Sondang P. Siagian gaya-gaya pemimpin diuraikan sesuai dengan pimpinan dalam berbagai bentuk organisasi, menggolongkan gaya itu dalam lima golongan, yaitu :
“1.     Gaya pemimpin yang otokratis
         Seorang pemimpin yang otokratis ialah seorang pemimpin yang :
a.       Menganggap organisasi sebagai milik pribadi
b.      Mengidentifikasi tujuan pribadi dengan tujuan organisasi
c.       Menganggap bawahan sebagai alat semata-mata
d.      Tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat
e.       Terlalu bergantung kepada kekuasaan formalnya
f.       Dalam tindakan penggerakannya sering mempergunakan pendekatan yang mengandung unsur paksaan dan bersifat menghukum.
         Pemimpin yang memiliki gaya demikian tidak tepat untuk diterapkan di suatu organisasi yang modern di mana hak-hak asasi manusia yang menjadi bawahan itu harus dihormati.

  2.    Gaya pemimpin yang militeristis
         Seorang pemimpin yang bertipe militeristis ialah seorang pemimpin yang memiliki sifat-sifat :
a.       Dalam menggerakkan bawahan sistem perintah yang lebih sering dipergunakan
b.      Dalam menggerakkan bawahan senang bergantung kepada pangkat dan jabatannya
c.       Senang kepada formalitas yang berlebih-lebihan
d.      Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahan
e.       Sukar menerima kritikan dari bawahannya
f.       Menggemari upacara-upacara untuk berbagai keadaan
Terlihat pula dari sifat-sifat tersebut bahwa seorang pemimpin yang militeristis bukanlah seorang pemimpin yang ideal

3.    Gaya pemimpin yang paternalistis
       Seorang pemimpin yang tergolong sebagai pemimpin yang paternalistis ialah seorang yang :
a.       Menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak dewasa
b.      Bersikap terlalu melindungi
c.       Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil keputusan
d.      Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil inisiatif
e.       Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan daya kreasi dan fantasinya
f.       Sering bersikap maha tahu
Seorang pemimpin yang demikian sangat diperlukan, akan tetapi sifat-sifatnya yang negatif mengalahkan sifat-sifatnya yang positif.

4.    Gaya pemimpin yang kharismatis
       Hingga sekarang ini para sarjana belum belum berhasil menemukan sebab-sebab mengapa sesorang pemimpin memiliki kharisma, yang diketahui ialah bahwa pemimpin yang demikian mempunyai daya tarik yang amat besar dan karenanya pada umumnya mempunyai pengikut yang jumlahnya sangat besar, meskipun para pengikut itu sering pula tidak dapat menjelaskan mengapa mereka menjadi pengikut pemimpin itu.

5.    Gaya pemimpun yang demokratis
       Pengetahuan tentang kepemimpinan telah membuktikan bahwa tipe pemimpin yang demikratislah yang paling tepat untuk organisasi modern karena :
a.       Selalu  berusaha mensinkronisasikan kepentingan dan tujuan organisasi dengan kepentingan dan tujuan pribadi dari para bawahannya
b.      Selalu berusaha mengutamakan kerjasama dan teamwork dalam usaha mencapai suatu tujuan
c.       Dengan ikhlas memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada bawahannya untuk berbuat kesalahan yang kemudian dibanding dan diperbaiki agar bawahan itu tidak lagi berbuat kesalahan yang lain
d.      Berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin
Secara implisit tergambar bahwa untuk menjadi pemimpin tipe demokratis bukanlah suatu hal yang mudah untuk dicapai, akan tetapi karena pemimpin yang demikianlah yang paling ideal, alangkah baiknya jika semua pemimpin berusaha menjadi seorang pemimpin yang demokratis.

        
2.1.3    Otoritas Pemimpin
            Dalam organisasi, kemampuan untuk mempengaruhi, mendesak, dan memotivasi atau mendorong pengikutnya, di samping tempat, penentuan waktu, penggunaan informasi, dan efisiensi, didasarkan juga pada kekuasaan sebagai faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pengaruh. Tipologi yang dikembangkan French dan Raven dikuktip oleh Silalahi (2005:186) adalah sebagai berikut :
1.      Coercive power (kekuatan atau kekuasaan memaksa) kekuasaan yang didasarkan atas rasa takut.
2.      Reward power (kekuatan atau kekuasaan berdasarkan imbalan) atau penghargaan kekuasaan didasarkan atas harapan, menerima pujian, penghargaan atau pendapatan bagi terpenuhinya permintaan seorang pemimpin.
3.      Legitimate power (kekuasaan yang absah) kekuasaan yang diperoleh dari posisi/jabatan/kedudukan dalam hirarki keorganisasian.
4.      Export power (kekuasaan berdasarkan keahlian) kekuasaan yang didasarkan atas keterampilan khusus, keahlian, pengetahuan, tentang bidang tertentu.
5.      Referent power (kekuasaan berdasarkan daya tarik atau penunjukan) kekuasaan oleh karena memiliki ciri khas yang patut dikagumi.

            Silalahi (2005:187) menjelaskan otoritas posisi seorang pemimpin juga dapat didasarkan pada sumber kekuasaan yang dapat diidentifikasi dalam             dimensi :
1.      Legal power (kekuasaan legal). Dalam dimensi ini kekuasaan didasarkan pada otoritas rasional legal yang diperoleh karena ia menduduki suatu posisi formal dalam hirarki organisasi.
2.      Personal power (kekuasaan pribadi), yaitu daya tarik dari pribadi seseorang yang dapat menimbulkan kesadaran pengikut untuk menerima, mengakui dan mengikutinya karena dirasakan baik dan benar.


2.2       Manajer
2.2.1    Pengertian Manajer
            Dalam pengertian manajemen dapat dideskripsikan sebagai seni dan ilmu dalam perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pemotivasian, dan pengendalian terhadap orang dan mekanisme kerja untuk mencapai tujuan. Berdasarkan definisi tersebut berarti “Manajer adalah seorang yang bertindak sebagai perencana, pengorganisasi, pengarah, pemotivasi, serta pengendali orang dan mekanisme kerja untuk mencapai tujuan.” (Siswanto, 2005:13)
2.2.2    Peran Manajer
            Pada akhir tahun 1960-an, Henry Mintzberg melakukan penelitian seksama terhadap lima orang eksekutif untuk menentukan tugas mereka. Berdasarkan observasinya, Mintzberg menyimpulkan bahwa manajer melakukan sepuluh peran atau rangkaian perilaku yang berbeda dan saling berkaitan erat.         Stephen P. Robbins dalam bukunya “Perilaku Organisasi” menjelaskan bahwa kesepuluh peran ini bisa dikelompokkan sebagai berikut :
            “1.     Peran Antarpersonal
                     Semua manajer diharuskan melakukan tugas-tugas terkait seremonial dan bersifat simbolis. Sebagai contoh, ketika rektor perguruan tinggi memberikan ijazah sarjana pada acara wisuda, ia berperan sebagai tokoh utama (figurehead). Semua manajer memiliki peran kepemimpinan.
            2.       Peran Informasional
                     Semua manajer, sampai pada tingkat tertentu, mengumpulkan informasi dari organisasi-organisasi dan institusi luar. Biasanya mereka mendapatkan informasi dengan membaca majalah dan berkomunikasi dengan individu lain untuk mempelajari perubahan selera masyarakat, apa yang mungkin direncanakan oleh para pesaing dan semacamnya. Mintzberg menyebut hal ini sebagai pemantau.


            3.       Peran Pengambilan Keputusan
                     Dalam peran ini, manajer harus bertindak dalam empat peran yang bertalian dengan pengambilan keputusan yang dapat diambil oleh manajer. Peran manajer yang dimaksud adalah peran wirausaha, peran pereda gangguan, peran pengalokasian sumber daya, dan peran prundingan.” (Robbins, 2008:7-8)

2.2.3    Keterampilan Manajer
            2.2.3.1   Keterampilan Teknis (technical skill)
                          Paul Hersey dan Kenneth H. Blanchard (1980:67) yang dikutip oleh Siswanto yaitu :
                                    “Kemampuan untuk menggunakan pengetahuan,      metode, prosedur, teknik, dan akal yang diperlukan     untuk   melaksanakan tugas spesifik yang diperoleh lewat     pengalaman, pendidikan, dan pelatihan. Manajer          membutuhkan keterampilan teknis yang cukup untuk           menjalankan alat (mekanik) dari suatu pekerjaan tertentu      yang menjadi tanggung jawabnya.” (Siswanto, 2005:20)

            2.2.3.2   Keterampilan Manusiawi (human skill)
                          Stephen P. Robbins menjelaskan bahwa keterampilan manusiawi yaitu :
                                    “Kemampuan untuk bekerja sama, memahami, dan memotivasi individu lain, baik secara individual maupun dalam kelompok, mendefinisikan keahlian personal (human skill). Banyak individu cakap secara teknis, tetapi tidak cakap secara antarpersonal. Mereka mungkin merupakan pendengar yang buruk, tidak mampu memahami kebutuhan individu lain, atau mempunyai kesulitan dalam menangani konflik. Karena manajer menyelesaikan segala urusan melalui individu lain, mereka harus memiliki keahlian personal yang baik untuk berkomunikasi, memotivasi, dan mendelegasikan. (Robbins, 2008:9)

            2.2.3.3   Keterampilan Konseptual (conseptual skill)
                                    “Yaitu kemampuan memahami kompleksitas keseluruhan organisasi tempat seseorang beradaptasi dalam operasi. Pengetahuan tersebut membenarkan seseorang untuk bertindak sesuai dengan tujuan organisasi, daripada hanya dijadikan dasar tujuan umum dan kebutuhan kelompok yang mendesak. Manajer memerlukan keterampilan konseptual yang cukup untuk mengenali bagaimana berbagai macam faktor pada suatu kondisi tertentuberkaitan satu sama lain. Dengan demikian, tindakan yang diambilnya akan ditujukan untuk kepentingan organisasi secara keseluruhan.” (Siswanto, 2005:20)

2.2.4    Macam-macam Manajer
            Pada umumnya manajer memiliki tanggung jawab yang sama, yaitu melakukan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengendalian, serta penyusunan staf namun dari sisi tingkat atau level manajemen dapat dibagi menjadi tiga / 3 macam, yakni :
1. Manajer Puncak / Top Manager
            Tanggung jawab dari manajer puncak adalah keseluruhan kinerja dan keefektifan dari suatu perusahaan. Manajer tingkat puncak membuat kebijakan, keputusan dan strategi yang berlaku secara umum pada suatu perusahaan. Manajer puncak juga yang melakukan hubungan dengan perusahaan lain dan pemerintah.
2. Manajer Menegah / Middle Manager
            Manajer tingkat menengah berada di antara manajer puncak dan manajer lini pertama. Manajer ini bertugas mengimplementasikan strategi, kebijakan serta keputusan yang diambil oleh manajer tingkat atas atau puncak.
3. Manajer Lini Pertama / First-Line Manager
            Manajer tingkat bawah ini kebanyakan melakukan pengawasan atau supervisi para karyawan dan memastikan strategi, kebijakan dan keputusan yang telah diambil oleh manajer puncak dan menengah telah dijalankan dengan baik. Manajer lini pertama juga memiliki andil dan turut serta dalam proses pengimplementasian strategi yang telah ditetapkan.
2.2.5    Aktivitas Manajerial
            Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Luthan bahwa para manajer terlibat dalam empat aktivitas manajerial :
1.      Manajemen tradisional. Membuat keputusan, merencanakan, dan mengendalikan
2.      Komunikasi. Bertukar informasi dan memproses pekerjaan tulis-menulis.
3.      Manajemen sumber daya manusia. Memotivasi, mendisiplinkan, menangani konflik, menyusun kepegawaian, dan melatih.
4.      Pembangunan jaringan. Bersosialiasi, terllibat dalam aktivitas politik, dan berinteraksi dengan individu-individu luar

2.3       Efektivitas
2.3.1    Pengertian Efektivitas
            Menurut The Liang Gie dikutip oleh Mangkunegara (2005:29) :
“Efektivitas adalah suatu keadaan yang mengandung pengertian mengenai terjadinya sesuatu efek atau akibat yang dikehendaki kalau seseorang melakukan suatu perbuatan dengan maksud tertentu yang memang dikehendakinya maka orang itu dikatakan efektif kalau menimbulkan akibat atau mempunyai maksud sebagaimana yang dikehendaki.”

Selanjutnya menurut (H.Emerson, 1983:16), “efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah dicapai sesuai dalam rencana pada waktu yang telah ditentukan sebelumnya adalah efektivitas.”
2.3.2    Efektivitas Kerja
Sondang P. Siagian (1982:171) mengungkapkan :
“apabila seseorang berbicara tentang efektivitas sebagai orientasi kerja berarti apa yang menjadi sasaran yang telah ditentukan dapat dicapai tepat pada waktunya yang sudah dialokasikan untuk berbagai kegiatan. Artinya jumlah dan jenis sumber-sumber itulah maka hasil-hasil tertentu harus dicapai dalam waktu yang telah ditetapkan.

Jadi efektivitas kerja pada dasarnya adalah ketepatan dalam pelaksanaan dan penyelesaian tugas-tugas menurut waktu yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian ukuran efektivitas dalam suatu organisasi bukan ukuran kuantitaf.
            2.3.2.1
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas Kerja
                        Ada empat faktor yang mempengaruhi efektivitas kerja, seperti       yang dikemukakan oleh Richard M. Steers (1980:9), yaitu:
1. Karakteristik Organisasi
Karakteristik organisasi terdiri dari struktur dan tehnologi organisasi yang dapat mempengaruhi segi-segi tertentu dari efektivitas dengan berbagai cara. Yang dimaksud struktur adalah hubungan yang relatif tepat sifatnya, seperti dijumpai dalam organisasi, sehubungan dengan susunan sumber daya manusia struktur meliputi bagaimana cara organisasi menyusun orang-orangnya dalam menyelesaikan pekerjaan, sedangkan yang dimaksud tehnologi adalah mekanisme suatu organisasi umtuk mengubah masukan mentah menjadi keluaran.
2. Karakteristik Lingkungan
Lingkungan luar dan lingkungan dalam juga telah dinyatakan berpengaruh atas efektivitas, keberhasilan hubungan organisasi lingkungan tampaknya amat tergantung pada tingkat variabel kunci yaitu tingkat keterdugaan keadaan lingkungan, ketepatan persepsi atas keadaan lingkungan,tingkat rasionalisme organisasi. Ketiga faktor ini mempengaruhi ketepatan tanggapan organisasi terhadap perubahan lingkungan.


3. Karakteristik Pekerja
Pada kenyataannya para anggota organisasi merupakan faktor pengaruh yang paling penting karena perilaku merekalah yang dalam jangka panjang akan memperlancar atau merintangi tercapainya tujuan organisasi. Pekerja merupakan sumber daya yang langsung berhubungan dengan pengelolaan semua sumber daya yang ada di dalam organisasi, oleh sebab itu perilaku pekerja sangat berpengaruh terhadap pencapaian tujuan organisasi.
Pekerja merupakan modal utama di dalam organisasi yang akan berpengaruh besar terhadap efektivitas, karena walaupun tehnologi yang digunakan merupakan tehnologi yang canggih dan didukung oleh adanya struktur yang baik, namun tanpa adanya pekerja maka semua itu tidak ada gunanya.
4. Karakteristik Kebijaksanaan dan Praktek Manajemen
Dengan makin rumitnya proses teknologi dan perkembangannya lingkungan maka peranan manajemen dalam mengkoordinasi orang dan proses demi keberhasilan organisasi semakin sulit.

            2.3.2.2 Alat Ukur Efektivitas Kerja
                                    Untuk mengukur efektivitas kerja dapat dilihat melalui beberapa indikator yang dikemukakan oleh Sondang P. Siagian, yaitu :
1.      Ketepatan waktu dalam penyelesaian pekerjaan
2.      Adanya inisiatif dalam menyelesaikan pekerjaan
3.      Usaha untuk menuntaskan pekerjaan
4.      Tingkat kesalahan dalam menyelesaikan pekerjaan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar